Beritainfonysantara.com
Jember — Dua dekade setelah banjir bandang besar melanda Kabupaten Jember pada 1 Januari 2006, para ahli kebencanaan menilai potensi bencana serupa masih tinggi dan dapat terulang. Peringatan ini disampaikan dengan merujuk pada pola bencana alam di Indonesia, termasuk Aceh, yang berulang dalam rentang waktu berbeda.
Banjir bandang Jember 2006 menewaskan puluhan warga dan merusak ratusan rumah di Kecamatan Panti, Kemiri, dan sekitarnya. Penelitian mengungkap bahwa bencana tersebut terjadi akibat jebolnya bendungan alami di hulu Sungai Kaliputih setelah hujan ekstrem, melepaskan air dan material besar ke wilayah hilir.
Menurut ahli hidrologi, pola seperti ini bukan sekali terjadi. “Banyak bencana alam di Indonesia yang memiliki karakter berulang. Aceh adalah contohnya. Tsunami besar pernah terjadi berabad-abad lalu dan terulang dahsyat pada 2004. Polanya menunjukkan bahwa kondisi alam tertentu dapat memicu bencana kembali jika tidak diantisipasi,” ujar seorang peneliti kebencanaan Universitas Gadjah Mada.

Ia menegaskan bahwa banjir bandang Jember, seperti bencana Aceh, menunjukkan bagaimana faktor alam—topografi, kondisi tanah, curah hujan ekstrem—bertemu dengan kerentanan lingkungan akibat perubahan tata guna lahan. Kombinasi inilah yang menciptakan pola bencana yang mungkin terulang.
Kerusakan hutan di daerah hulu, perubahan fungsi lahan, dan melemahnya daya serap tanah dinilai memperbesar risiko penggulangan bencana di Jember. Studi juga mencatat adanya retakan tanah dan zona rawan longsor di kawasan hulu Sungai Kaliputih, yang dapat membentuk bendungan alami baru.
Meski begitu, para ahli menekankan bahwa potensi berulangnya bencana tidak berarti peristiwa serupa akan terjadi dalam waktu dekat. “Bencana berulang bukan berarti terjadi setiap tahun. Namun jika kondisi pemicunya tetap sama, sejarah punya peluang untuk kembali,” ujar seorang aktivis lingkungan di Jember.
Pemerintah daerah diminta memperkuat mitigasi, memperbarui peta kerawanan banjir bandang, serta meningkatkan pengawasan terhadap kawasan hulu. Edukasi warga dan sistem peringatan dini dinilai sangat diperlukan, terutama jelang puncak musim hujan.
“Pengalaman Aceh dan Jember sama-sama mengajarkan bahwa ingatan kolektif terhadap bencana harus dijaga. Lengah sedikit saja, pola alam bisa menuntut ulang,” tambahnya.
Dengan meningkatnya intensitas hujan di awal tahun ini, warga di sepanjang aliran sungai diminta tetap waspada terhadap kenaikan debit air dan potensi longsor di wilayah perbukitan.
Pewarta: Lim,sh










